Posted by : HAFIZ KHAIRI Friday, 23 May 2014

            

         Ini kisah seorang anak muda, pejuang Suriah, yang terpaksa harus menjadi tentara rezim Asad lantaran terkena peraturan wajib militer. Ia mengungkap tentang keberhasilannya keluar dari militer Suriah di tengah berlangsungnya revolusi di negara yang sedang dilanda perang itu.
Shamer (24), sebut saja namanya begitu, adalah putra ketiga seorang ulama di Suriah. Saat revolusi Suriah dimulai lebih 3 tahun yang lalu, ia sudah menjadi tentar
a rezim—tetapi karena terpaksa. Karenanya, setelah revolusi dan perang mulai berkecamuk, ia berupaya keras untuk keluar dari dinas militer, dan bergabung dengan pejuang.
Namun ketika masih dalam militer rezim Asad, ia dan kawan-kawanya, sempat berupaya ingin membunuh Bashar Asad. Ketika itu, rencana matang sudah disiapkan, di saat Asad dikabarkan akan mengikuti sebuah upacara.

            “Namun sayang, Bashar Asad batal hadir. Kemungkinan rencana ini bocor,” ungkap Shamer kepada wartawan Indonesia yang tergabung dalam tim Jurnalis Islam Bersatu (JITU) saat meliput konflik Suriah, Sabtu (19/4).
Semangat berjuang Shamer tumbuh dari lingkungan keluarganya yang memang berasal dari kalangan Muslim yang taat. Ayahnya adalah seorang ulama, Imam dan Khatib, di Damaskus, Suriah. Selain didikan orangtuanya, di usia masih belia, sebelum meletusnya perang, Shamer mengaku mendapat spirit perjuangan dari para tokoh Hamas Palestina.
Waktu itu, ujar Shamer, Masjid Al-Aqsha dikepung penjajah ‘Israel’ dan umat Islam di Palestina dibantai Zionis. “Kami dan teman-teman mengadakan tabligh akbar dan penggalangan dana Palestina bersamaan dengan datangnya beberapa tokoh Hamas di Damaskus, padahal di saat itu bicara masalah perjuangan menentang ‘Israel’ merupakan sesuatu yang sangat berbahaya bagi kami di Suriah, karena rezim di sini sangat represif, dan banyak teman-teman kami yang ditangkapi dan dipenjara oleh rezim Asad karena mengobarkan semangat perjuangan menentang Zionis ‘Israel’,” tuturnya.

            Ia juga mengungkap peristiwa menarik tentang kerjasamanya dengan pejuang di saat revolusi Suriah baru berlangsung pada 2011 lalu. Ketika itu ia masih di dinas militer rezim, ditugaskan membawa senjata oleh kesatuannya ke wilayah Raqqah, kota di sebelah timur Suriah.
Kesempatan ini digunakan Shamer untuk menjalankan misinya. Ia menghubungi kelompok pejuang lokal yang ada di Raqqah. Ia memberitahukan, ia membawa banyak senjata, dan ia ‘bersandiwara’ dengan kelompok pejuang itu dengan mengatakan kepada kesatuannya seakan dia dihadang.
“Tentu saja hal ini tanpa diketahui teman-teman saya di kesatuan militer rezim,” kata Shamer.
Selanjutnya, kelompok pejuang itu menghadang laju mobil dan mengambil semua peralatan senjata. Shamer dilepas. “Lalu saya melapor kepada kesatuan, bahwa saya telah dihadang dan semua senjata yang saya bawa telah dirampas,” ujarnya mengenang peristiwa pada 2011 lalu itu.
Jelas, di tengah peperangan, tindakan Shamer adalah sangat berani dan tentu saja berbahaya. Namun, dengan spirit perjuangan yang sudah mulai terasah, rasa takut menjadi sirna, berganti dengan keberanian yang luar biasa. [JITU]

Sumber : Muslim Daily

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Blogger templates

 

Blog Archive

Pengunjung

Powered by Blogger.

Multimedia Updates

Pages

featured-slider

- Copyright © Mujahideen Force™ -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -